Featured
- Get link
- X
- Other Apps
Pendidikan Pancasila dan kearifan lokal sebagai landasan pengembangan hukum dan ketahanan nasional
Pancasila dan kearifan lokal merupakan norma-norma yang menjadi dasar bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara Indonesia, dimana masing-masing norma di dalamnya perlu saling
sinergi dan berkonstruksi secara produktif, dalam konteks ini, secara umum, demi pendidikan
manusia Indonesia yang berkelanjutan serta berkompetensi nasional dan internasional, secara
khusus, demi pendidikan hukum, gagasan dan upaya pengembangan hukum serta ketahanan
nasional Indonesia.
Bagaimanapun, kearifan lokal yang berakar dari peri kehidupan manusia dalam kurun waktu
berkelanjutan menjadi budaya lokal daerah-daerah di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (Indonesia) telah berlangsung dan dilaksanakan oleh manusia Indonesia dalam
cakupan masyarakat lokal daerah-daerah tersebut bahkan sebelum proklamasi kemerdekaan
Indonesia; salah satu contohnya berkaitan dengan potensi masif Indonesia, yaitu (i) sumber daya
alam, yang mana potensi pengelolaan sumber daya alam berdasarkan budaya lokal telah
dilakukan oleh masyarakat sebelum negara berdiri (Ade Saptomo, 2005:2) dan (ii) manusia
Indonesia, salah satu contohnya, pertambahan penduduk di Indonesia hingga menciptakan
bonus (pada) demografi.
Potensi masif Indonesia tersebut, sumber daya alam dan manusia Indonesia, pun perlu saling
sinergi dan berkonstruksi secara produktif layaknya Pancasila dan kearifan lokal. Sinergitas
berkonstruksi produktif tersebut salah satunya dapat dicapai melalui pendidikan, dalam konteks
ini, pendidikan (berbasis) Pancasila dan kearifan lokal sebagai landasan pengembangan
kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, pada umumnya, dan sebagai landasan
pengembangan hukum dan ketahanan nasional (Indonesia), pada khususnya.
Dengan merujuk pada salah satu tokoh filsafat dan pendidikan nasional, yaitu Prof. Dr. N.
Driyarkara, S.J., yang sering disebut Driyarkara, konsep pendidikan yang dipaparkan oleh
Driyarkara tidak lepas dari konsep hominisasi dan humanisasi; menurut Driyarkara, hominisasi
merupakan sebuah proses yang dialami manusia untuk mencapai tingkat kemanusiannya pada
proses yang dialami oleh manusia ketika ia masih berada dalam kandungan manusia kemudian
lahir dan bertumbuh seiring dengan berjalannya waktu manusia memerlukan pendidikan untuk
mencapai tingkat kemanusiannya karena ketika manusia lahir sebagai makhluk ciptaan Tuhan,
manusia tidak dapat mengerti dan bertindak layaknya manusia yang dibekali oleh akal budi jika
tanpa disertai dengan pendidikan; sedangkan humanisasi merupakan tingkat yang lebih tinggi
yang dapat dimaknai sebagai realisasi pendidikan karakter yang mendasar pada anak
(manusia) yang akan berguna pada kehidupannya di masa mendatang (L. C. Sary, 2022:2).
Dengan demikian, pendidikan merupakan perihal yang sangat fundamental
bagi pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berakar pada manusia, lebih
lanjut, dalam konteks Indonesia, pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara
Indonesia yang berakar pada manusia Indonesia memiliki Pancasila dan kearifan lokal yang
merupakan norma-norma yang menjadi dasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara
Indonesia tersebut, dengan tanpa mengesampingkan sejarah/riwayat
hingga Pancasila menjadi sistem norma, falsafah hidup dasar atau sumber dari segala sumber
hukum dan konstitusi bagi Indonesia. Oleh karena itu, hal-hal berikut ini saling membutuhkan
satu sama lain serta tidak mungkin direduksi, bagi pengembangan kehidupan berbangsa dan
bernegara Indonesia yang lebih baik secara berkelanjutan, yaitu: pendidikan, Pancasila, kearifan
lokal, dan manusia Indonesia.
Lebih lanjut berkenaan hal-hal tersebut (pendidikan, Pancasila, kearifan lokal, dan manusia
Indonesia), secara khusus, demi pendidikan hukum, gagasan dan upaya pengembangan hukum
serta ketahanan nasional Indonesia, sistem hukum nasional dan penyusunan peraturan
perundang-undangan harus memperhatikan cita-cita moral dan cita-cita hukum sebagaimana
diamanatkan oleh Pancasila, adapun nilai-nilai yang bersumber pada pandangan filosofi
Pancasila, yakni:
(1) Nilai-nilai religius sebagai bangsa Indonesia yang terangkum dalam sila “Ketuhanan
Yang Maha Esa”.
(2) Nilai-nilai hak asasi manusia dan penghormatan terhadap harkat dan martabat
kemanusiaan sebagaimana yang terdapat dalam sila “Kemanusiaan yang adil dan
beradab”.
(3) Nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh, dan kesatuan hukum nasional seperti yang
terdapat dalam sila “Persatuan Indonesia”.
(4) Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat, sebagaimana terdapat di dalam sila
“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”.
(5) Nilai-nilai keadilan, baik individu maupun sosial seperti yang tercantum dalam sila
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. (Nasarudin Umar, 2014:163).
Dengan seiring nilai-nilai yang bersumber pada pandangan filosofi Pancasila tersebut, gagasan
dan upaya pengembangan hukum nasional untuk dapat merespon nilai-nilai kompetensi
internasional dan menghadapi tantangan global secara prospektif, membutuhkan konsep-
konsep/teori-teori hukum modern dengan padu padan atau tanpa meninggalkan kearifan lokal
manusia Indonesia sebagai bagian dari perspektif keindonesiaan. Ciri-ciri hukum modern dalam
perspektif keindonesiaan, (di antaranya) sebagai berikut:
- hukum modern Indonesia dibingkai oleh tiga konsep kedaulatan dalam sistem hukum
nasional, yaitu kedaulatan Tuhan, kedaulatan rakyat, dan kedaulatan negara tanpa
mempertentangkan dan memisahkan satu sama lain.
- hukum modern Indonesia adalah kombinatif, hukum yang substansinya mengkombinasi
nilai-nilai hukum agama, nilai-nilai moral, nilai-nilai hukum adat, dan nilai-nilai hukum
Barat dalam satu kesatuan sistem hukum nasional yang diadopsi secara proporsional
- hukum modern Indonesia adalah tidak sekuler, ketentuan substansi hukumnya tidak
memisahkan agama, hukum, dan moral etis. Ketiganya dipadukan sebagai satu kesatuan
dalam merespon berbagai persoalan sosial, artinya, hukum Indonesia yang modern adalah
hukum yang tidak menghendaki materialisme yang terlepas bebas. Demikian pula hukum
Indonesia modern adalah hukum yang tidak memisahkan moral dan hukum, dan
merupakan hukum yang tidak membenarkan marxisme maupun kapitalisme.
- hukum modern Indonesia adalah plural hukum yang mengayomi persamaan dan
keberagaman, suku, ras, budaya, dan adat istiadat, artinya hukum modern Indonesia
mengakar pada kesadaran hukum masyarakat yang sinergis, hukum mensinergikan
berbagai kekhususan dan keistimewaan baik satuan-satuan daerah istimewa maupun
kesatuan masyarakat karena adat istiadat dan syariat agama.
- hukum modern Indonesia adalah responsif dan visioner terhadap kebutuhan hukum dan
perkembangan serta dinamika masyarakat baik pengaruh dari budaya luar maupun dalam
budaya Indonesia sendiri, seperti demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM), hukum lokal,
dan lain-lain.(Nasarudin Umar, 2014).
Namun demikian, gagasan dan upaya pengembangan hukum nasional bukan berarti tanpa
tantangan dan hambatan, dalam hal ini dengan cakupan lokal dan nasional, salah satu contohnya
berkaitan dengan potensi masif Indonesia, yaitu (i) sumber daya alam, dan (ii) manusia
Indonesia, seringkali timbul ketidakpastian hukum, baik pada pengaturan dan pengelolaan
sumber daya alam maupun manusia Indonesia. Lebih lanjut, ketidakjelasan hukum diduga
menjadi faktor penyebab ketidakpastian pengaturan status sumber daya alam terutama bagi
kepentingan masyarakat luas. Kondisi demikian ini pernah pula digambarkan Franz von Benda
Beckmann, bahwa ketidakpastian hukum dimaksud muncul karena, pertama, dengan adanya
tatanan hukum yang plural menjadi tidak jelas konsep hukum dan peraturan apa yang benar-
benar relevan untuk menentukan status hukum dari sumber daya alam; ketidakjelasan ini
menyangkut hak dan kewajiban apa, didasarkan atas hukum mana yang dimiliki masyarakat
dalam masalah (terkait) sumber daya alam dan jaminan sosial; kedua, sekalipun diketahui
tatanan hukum mana yang berlaku, namun tidak selalu jelas apakah bentuk aturan-aturan
substantif dari subsistem ini. Hal ini terjadi pada legislasi negara dan peraturan-peraturan adat;
ketiga, jika aturan-aturan relevan tampak agak jelas, terdapat ketidakpastian dalam hal
konsistensi aplikasi dari aturan-aturan semacam ini guna memutuskan masalah dan konflik.
Penentu kebijakan hukum di negeri ini sudah seharusnya memahami dengan baik kemajemukan
hukum masyarakat lokal, segera mendialogkan antara hukum negara dan lokal serta
mengkooperaskan antara kepentingan nasional dan masyarakat tempatan, sehingga ada
kebaharuan hukum yang diterima masyarakat sebagai produk interaksi hukum lokal dan negara.
Pembangunan hukum nasional (juga) harus merupakan produk dialogis vertikal antara hukum
lokal dan hukum negara, dan sekaligus dialogis horizontal antar hukum lokal itu sendiri (Ade
Saptomo, 2006).
Di samping salah satu tantangan dan hambatan tersebut, secara umum, demi pendidikan
manusia Indonesia yang berkelanjutan serta berkompetensi nasional dan internasional, secara
khusus, demi pendidikan hukum, gagasan dan upaya pengembangan hukum serta ketahanan
nasional Indonesia, berakar pada manusia Indonesia; manusia Indonesia sebagai pelaku
kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Dalam memaknai manusia Indonesia,
Driyarkara berpijak pada dinamika pengalaman eksistensial manusia dalam berrelasi dengan
dunia, dengan sesama manusia, dan dengan Tuhan. Melalui metode fenomenologi berlingkaran
sampai pada manusia fundamental Pancasila, yakni persona dinamika dalam bermasyarakat
dan bernegara bergotong royong mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bersama, Driyarkara
secara teoritis, meletakkan landasan filosofis jatidiri manusia (Indonesia) sebagai cerminan nilai-
nilai Pancasila; secara praktis, memberikan inspirasi jatidiri manusia (Indonesia) yang harus
dibangun dengan landasan akar budaya Pancasila (S. Purwo, n.d.).
Semua uraian hal-hal tersebut di atas, secara kumulatif mampu mempengaruhi (aktualisasi
positif dan/atau negatif pada) pengembangan hukum dan ketahanan nasional dari waktu ke
waktu. Oleh karenanya (pendidikan, Pancasila, kearifan lokal, dan manusia Indonesia), landasan
pengembangan hukum dan ketahanan nasional Indonesia merujuk dan tercipta, demi kehidupan
berbangsa dan bernegara Indonesia yang lebih baik secara berkelanjutan.
Penyusun: Andrey Mario Wahyu.
- Get link
- X
- Other Apps
Popular Posts
Company's Stamp & Stamp Duty ("materai") in Indonesia
- Get link
- X
- Other Apps
7 October 2021: Indonesian legislature has passed, validated Carbon Tax, adjustment related to Corporate Income Tax (PPh Badan), Value Added Tax (VAT or PPN), and Tax Amnesty under the draft of Harmonized Laws on Taxation (RUU HPP / Harmonisasi Peraturan Perpajakan)
- Get link
- X
- Other Apps
How does Indonesian Company Law view over buy back, tag along - drag along right, and right of first refusal
- Get link
- X
- Other Apps
The newest Indonesia Stamp Duty Law (Undang - Undang Bea Meterai terbaru)
- Get link
- X
- Other Apps
2020 Indonesian Business Permits, (More) Electronically Integrated
- Get link
- X
- Other Apps
5 January 2022, Law on Fiscal Relationship between Central Government & District / Local Government
- Get link
- X
- Other Apps
24 September 2021: News on Minister of Trade Regulation: Benchmark of Export Price on Agriculture & Forestry Products Levied with Export Duty
- Get link
- X
- Other Apps
Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 / Government Regulation Number 103 of 2015
- Get link
- X
- Other Apps
General Overview, Indonesia Job Creation Law (Ulasan Singkat (Daftar) Undang - Undang Cipta Kerja)
- Get link
- X
- Other Apps